Wednesday, June 18, 2025

JURNAL PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL ( CASEL )

 

JURNAL PEMBELAJARAN MODUL 2

PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI

PEMBUATAN “WASTE REDUCTION POSTER” UNTUK MENDUKUNG

PROGRAM GERIMIS ( GERAKAN RINGAN MENGURANGI SAMPAH )

DI SMAN 15 BEKASI PADA FASE E

 

 

Di Susun oleh :

Abdul Haris Azis, S.Pd


LPTK Universitas Muhammadyah Prof. Dr. Hamka

PPG GURU TERTENTU TAHAP 1 TAHUN 2025





1.    PENDAHULUAN

PENGERTIAN PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL ( PSE )

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang terstruktur dan berorientasi jangka panjang, yang dirancang untuk membantu peserta didik khususnya remaja di jenjang Sekolah Menengah Atas, dalam mengembangkan kecakapan sosial dan emosional yang dibutuhkan dalam kehidupan pribadi, akademik, dan sosial mereka. PSE menekankan pentingnya mendampingi siswa bukan hanya dalam pencapaian akademik, tetapi juga dalam membentuk karakter, memperkuat integritas moral, serta menumbuhkan kesadaran diri dan empati terhadap orang lain.

Bagi siswa SMA, masa remaja merupakan periode kritis yang penuh dengan tantangan perkembangan, seperti pencarian jati diri, tekanan sosial, dinamika hubungan pertemanan, dan tuntutan akademik. Dalam konteks inilah PSE menjadi semakin relevan. Berikut adalah lima kompetensi utama dalam PSE yang sangat penting untuk dikuasai siswa SMA, yang sekaligus dapat menjadi panduan praktis bagi guru dalam merancang kegiatan pembelajaran yang bermakna secara emosional dan sosial, Kesadaran Diri (Self-Awareness) adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi, pikiran, dan nilai-nilai yang mereka anut, serta memahami bagaimana semua itu memengaruhi perilaku dan keputusan mereka sehari-hari.Bagi remaja SMA, kesadaran diri sangat penting karena mereka mulai mengalami perubahan emosi yang kompleks dan identitas diri yang sedang terbentuk. Guru dapat membantu siswa membangun kesadaran ini melalui refleksi diri, jurnal pribadi, diskusi nilai, serta pengenalan terhadap konsep seperti self-concept dan self-esteem. Dengan meningkatnya kesadaran diri, siswa menjadi lebih mampu mengelola tekanan, mengenali potensi diri, dan memahami arah hidup mereka ke depan. Manajemen Diri (Self-Management) Kompetensi ini mencakup kemampuan untuk mengatur emosi, pikiran, dan perilaku secara produktif dalam berbagai situasi, termasuk kemampuan mengendalikan impuls, mengelola stres, menetapkan tujuan pribadi, dan memotivasi diri.

Siswa SMA dihadapkan pada berbagai tekanan akademik, sosial, bahkan keluarga. Kemampuan untuk tetap tenang, fokus, dan gigih dalam menghadapi tantangan sangat penting untuk mereka kuasai. Guru dapat membantu dengan membimbing siswa membuat perencanaan tujuan (goal setting), strategi manajemen stres (seperti teknik pernapasan, journaling, atau mindfulness), dan cara-cara untuk menunda kepuasan demi hasil jangka panjang. Kesadaran Sosial (Social Awareness) berarti kemampuan siswa untuk memahami dan menghargai perspektif orang lain, termasuk dari latar belakang budaya, nilai, dan pengalaman yang berbeda, serta menunjukkan empati terhadap sesama.

Remaja SMA mulai berinteraksi lebih luas dan kompleks dengan berbagai kelompok sosial. Di sinilah letak urgensi peran pendidik dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi pengembangan nilai-nilai toleransi, sikap terbuka (open-mindedness), dan kompetensi empatik. Aktivitas seperti studi kasus sosial, diskusi kelompok tentang isu-isu kemanusiaan, atau proyek layanan masyarakat dapat menjadi sarana efektif dalam mengembangkan kesadaran sosial siswa. Keterampilan Hubungan (Relationship Skills) Kompetensi ini mencakup kemampuan siswa untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dan saling menghargai, menyampaikan pikiran dan perasaan dengan efektif, bekerja sama, serta menyelesaikan konflik secara konstruktif.

Di masa SMA, hubungan pertemanan dan percintaan mulai menjadi bagian penting dalam kehidupan siswa. Di sinilah peran guru menjadi krusial untuk membantu mereka belajar cara berkomunikasi asertif, menghargai perbedaan, dan menangani konflik tanpa kekerasan. Guru juga dapat memberikan simulasi, role play, dan forum diskusi untuk memperkuat keterampilan ini.

Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making) Ini adalah kemampuan untuk membuat pilihan berdasarkan nilai etika, norma sosial, dan pertimbangan terhadap keselamatan serta kesejahteraan diri sendiri dan orang lain. Siswa SMA menghadapi banyak keputusan penting—mulai dari memilih jurusan kuliah, menjauhi perilaku berisiko, hingga menentukan arah hidup. Dengan memfasilitasi pengembangan kompetensi pengambilan keputusan yang berbasis nilai-nilai etika, pendidik berperan strategis dalam membentuk karakter peserta didik yang memiliki akuntabilitas sosial untuk menghadapi tantangan masa depan. Pengembangan kompetensi ini dapat difasilitasi secara efektif melalui kegiatan seperti analisis studi kasus nyata, diskusi etika, serta eksplorasi skenario dilema moral yang memungkinkan peserta didik melatih keterampilan pengambilan keputusan secara reflektif dan bertanggung jawab

5 Kompetensi Sosial Emosional Menurut CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning)

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang efektif harus mencakup pengembangan lima kompetensi utama yang saling berkaitan. Kompetensi ini menjadi dasar dalam membentuk karakter, memperkuat hubungan sosial, dan mendorong pencapaian akademik serta kesejahteraan psikologis siswa, terutama pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), di mana para remaja berada dalam masa transisi emosional dan sosial yang kompleks.

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi, pikiran, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai pribadi, serta bagaimana semua itu memengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan. Kesadaran diri bukan hanya mengenali perasaan sesaat, tetapi juga memahami pola emosi dan menyadari reaksi yang mungkin timbul dalam situasi tertentu.

Contoh di kelas:

Seorang siswa menyadari bahwa setiap kali mendapat kritik terhadap hasil karyanya, ia cenderung langsung merasa tersinggung dan kehilangan motivasi. Namun setelah melakukan refleksi diri—melalui jurnal pribadi yang diberikan guru—ia mulai memahami bahwa kritik tersebut bukan bentuk penolakan terhadap dirinya, melainkan bagian dari proses belajar. Ia juga mulai memahami bahwa kekuatan utamanya terletak pada berpikir visual dan imajinatif, sementara ia perlu bekerja lebih keras dalam keterampilan verbal. Guru mendorong siswa untuk mengungkapkan perasaan tersebut dalam diskusi terbuka, menciptakan budaya kelas yang mendukung kesadaran emosional.

2. Manajemen Diri (Self-Management)

Kemampuan untuk secara sadar mengelola emosi, pikiran, dan perilaku dalam situasi yang menantang. Termasuk pula pengendalian diri, manajemen stres, disiplin diri, motivasi internal, dan kemampuan menetapkan serta mencapai tujuan.

Contoh mendalam di kelas:

Menjelang ujian presentasi kelompok, seorang siswa yang biasanya gugup belajar menerapkan teknik pernapasan dalam dan positive self-talk yang telah diajarkan guru BK. Ia juga membuat to-do list dan time block pada kalender untuk menyelesaikan tugas tahap demi tahap. Meskipun beberapa temannya mengajak bermain gim online, ia memilih tetap pada rencana yang telah ia tetapkan. Guru menghargai usaha manajemen diri tersebut dengan memberikan ruang refleksi setelah presentasi agar siswa bisa meninjau proses mereka secara konstruktif.

3. Kesadaran Sosial (Social Awareness)

Kemampuan untuk menunjukkan empati, memahami perspektif orang lain, dan mengenali norma-norma sosial dan etika yang berlaku dalam konteks sosial yang beragam. Kesadaran sosial mencakup sensitivitas terhadap perbedaan budaya, latar belakang, dan kondisi individu.

Contoh di kelas:

Dalam proyek kelompok lintas kelas tentang keberagaman budaya Indonesia, seorang siswa awalnya tidak sepakat dengan gagasan temannya yang berasal dari suku berbeda tentang cara penyajian materi. Namun, setelah mendengarkan dengan aktif dan memahami latar belakang budaya temannya, ia menyadari bahwa perbedaan pendekatan justru memperkaya hasil akhir. Ia kemudian menyampaikan penghargaannya terhadap perspektif tersebut dan mendukung ide untuk menyatukan dua pendekatan sebagai bentuk kolaborasi lintas budaya. Guru memfasilitasi pembelajaran ini dengan sesi refleksi tentang keberagaman dan inklusi.

4. Keterampilan Berhubungan (Relationship Skills)

Kemampuan untuk menjalin dan mempertahankan hubungan yang sehat dan saling mendukung, termasuk keterampilan komunikasi yang efektif, kerja sama tim, menyelesaikan konflik secara damai, dan kemampuan menolak tekanan sosial secara asertif.

Contoh di kelas:

Dalam kerja kelompok membuat kampanye sosial digital, seorang siswa mengambil peran sebagai koordinator. Ia memastikan bahwa setiap anggota kelompok merasa didengar, membagi tugas berdasarkan kekuatan masing-masing, dan mengatur waktu diskusi yang fleksibel. Ketika terjadi ketegangan karena seorang anggota tidak menyelesaikan tugasnya tepat waktu, ia tidak menyalahkan langsung, melainkan mengajak bicara secara pribadi, mencari tahu penyebabnya, dan menawarkan bantuan sambil tetap menjaga batasan. Guru mengamati proses ini dan memberikan penguatan atas kemampuan kepemimpinan empatik dan komunikasi efektif yang ditunjukkan siswa.

5. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making)

Kemampuan untuk membuat keputusan yang etis, konstruktif, dan penuh pertimbangan, baik dalam konteks pribadi maupun sosial. Ini mencakup kemampuan mengevaluasi konsekuensi dari tindakan, mempertimbangkan kesejahteraan diri dan orang lain, serta menghargai norma-norma sosial.

Contoh di kelas:

Dalam proyek kampanye lingkungan, kelompok siswa dihadapkan pada pilihan: apakah mereka akan menampilkan data dari blog populer (yang tidak jelas sumbernya) atau menggunakan data ilmiah dari jurnal yang kurang menarik secara visual. Setelah berdiskusi dan mempertimbangkan dampak sosial dari penyebaran informasi yang tidak valid, mereka memutuskan untuk tetap menggunakan data terpercaya meski tampilannya sederhana. Mereka juga memilih narasi ajakan yang ramah dan membangun, bukan menyalahkan, untuk menumbuhkan kepedulian teman-temannya terhadap isu pengelolaan sampah. Keputusan ini menunjukkan kematangan dalam berpikir kritis, tanggung jawab sosial, dan integritas akademik.

 Peran Guru dalam Menanamkan Kompetensi CASEL Sebagai pendidik di jenjang SMA, guru berperan penting sebagai fasilitator, pembimbing, dan teladan dalam pengembangan kompetensi sosial emosional. Pembelajaran sosial emosional tidak harus selalu dalam bentuk sesi formal, tetapi bisa terintegrasi dalam setiap interaksi, proyek kolaboratif, atau cara guru menangani dinamika kelas.

Melalui pemahaman dan penerapan lima kompetensi CASEL secara mendalam, siswa tidak hanya akan menjadi pembelajar yang lebih efektif, tetapi juga tumbuh sebagai individu yang cakap dalam menghadapi kompleksitas dunia nyata dengan empati, integritas, dan rasa tanggung jawab.

2.    LATAR BELAKANG PROGRAM

Latar belakang Program GERIMIS berawal dari situasi di SMAN 15 Bekasi yang memiliki produksi sampah tinggi, sehingga kami mencari solusi untuk mengurangi volume sampah yang tinggi tersebut, mengingat perbandingan tempat sampah yang sedikit dibandingkan dengan jumlah siswa SMAN 15 Bekasi yang lebih dari 1200, sehingga volume sampah yang dihasilkan cukup besar dan mengakibatkan petugas pengambil sampah kesulitan menangani banyaknya sampah yang harus diambil. Kepala Sekolah dan para Wakasek mencari solusi untuk mengurangi jumlah sampah dengan merancang program, lalu muncul ide dari Pak Iksan sebagai Wakasek Bidang Litbang untuk program GERIMIS (Gerakan Ringan Mengurangi Sampah) yang dilaksanakan setiap hari Jumat. Setiap siswa diwajibkan membawa tumbler, wadah makanan, dan plastik sampah untuk membuang sampahnya sendiri yang kemudian dibawa pulang. Alhamdulillah, program ini mendapatkan dukungan dari siswa, seluruh warga sekolah, juga Komite Sekolah dan orang tua siswa SMAN 15 Bekasi.

Alhamdulillah dengan adanya Program GERIMIS banyak manfaat yang dirasakan bagi SMAN 15 Bekasi selain mengurangi debit sampah yang tinggi dan membantu meringankan tugas para pengambil sampah dan dampak yang paling utama adalah menumbuhkan kesadaran diri dikalangan siswa, serta bertanggung jawab bagaimana menjaga kebersihan di lingkungan sekolah dan sampahnya tidak dibuang sembarangan dilingkungan sekolah dengan cara membuang sampah pada plastik sampah yang dibawanya dari rumah dan sampah tersebut dibawa pulang ke rumah masing-masing.

3.    INISIASI PROJEK

Saya memperoleh pengalaman yang signifikan dalam pengembangan kompetensi sosial dan emosional melalui partisipasi aktif dalam program GERIMIS (Gerakan Ringan Mengurangi Sampah) yang dilaksanakan di SMAN 15 Bekasi. Program ini bersifat kolaboratif dan melibatkan seluruh warga sekolah, termasuk guru dan siswa dari berbagai jenjang. Dalam konteks kegiatan ini, saya mengambil peran dalam mendiseminasikan nilai-nilai program melalui perancangan media komunikasi visual berupa poster dan infografis edukatif, yang secara khusus merepresentasikan nilai-nilai fundamental dari Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), yaitu: kesadaran diri (self-awareness), manajemen diri (self-management), kesadaran sosial (social awareness), keterampilan berelasi (relationship skills), dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision-making).

Proses pelaksanaan proyek ini diawali melalui diskusi kelompok terstruktur di kelas, di mana siswa didorong untuk menyampaikan pandangan dan gagasannya secara terbuka mengenai tema, desain visual, serta substansi pesan yang ingin disampaikan dalam poster dan infografis GERIMIS. Masing-masing anggota kelompok diberi ruang untuk mengemukakan pendapat, mendengarkan perspektif teman lain, serta terlibat dalam proses pengambilan keputusan kolektif berdasarkan kesepakatan mayoritas yang demokratis.

Keterlibatan dalam diskusi ini menjadi sarana reflektif bagi saya untuk memahami pentingnya empati, toleransi, dan keterbukaan terhadap keberagaman pandangan dalam suatu kerja kolaboratif. Selain itu, melalui dinamika kelompok tersebut, saya belajar untuk mengelola pendapat pribadi, menahan ego, serta memprioritaskan tujuan bersama di atas kepentingan individual. Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya berdampak pada peningkatan kemampuan teknis dalam desain komunikasi visual, tetapi juga memperkuat integrasi kompetensi sosial emosional secara nyata dalam konteks pendidikan berbasis proyek di lingkungan sekolah.

Secara keseluruhan, keterlibatan saya dalam program GERIMIS memberikan kontribusi bermakna dalam penguatan kapasitas diri sebagai pelajar yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga cakap dalam berinteraksi sosial, menyelesaikan konflik secara konstruktif, dan mengambil keputusan yang beretika dan bertanggung jawab terhadap lingkungan serta masyarakat sekolah

4.    PERENCANAAN DAN PEMBAGIAN TUGAS

Dalam proses pelaksanaan proyek pembuatan media kampanye untuk program GERIMIS (Gerakan Ringan Mengurangi Sampah) di SMAN 15 Bekasi, seluruh anggota kelompok terlibat secara aktif dalam tahap perencanaan dan pembagian tugas yang dilakukan secara sistematis dan berbasis pada identifikasi keahlian, minat individu, serta potensi kreatif masing-masing siswa. Proses ini menjadi bagian penting dari pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang menekankan prinsip kolaborasi dan tanggung jawab bersama.

Setiap peserta didik diberikan kesempatan untuk mengambil peran sesuai dengan kompetensinya, antara lain: menentukan tema utama kampanye, merancang elemen desain visual poster, menyusun informasi edukatif yang akan disampaikan dalam bentuk infografis, hingga melakukan proses teknis pencetakan pada media ukuran A3. Penugasan ini tidak bersifat top-down, melainkan melalui musyawarah kelompok yang mengedepankan partisipasi setara, sehingga setiap individu merasa dihargai kontribusinya dan memiliki rasa kepemilikan terhadap hasil akhir proyek.

Pengalaman ini memberikan pembelajaran bermakna bagi saya dan rekan-rekan lainnya, khususnya dalam memahami pentingnya kerja sama tim (teamwork), koordinasi efektif, dan distribusi peran yang proporsional dalam menyelesaikan tugas-tugas bersama. Di samping itu, kegiatan ini turut mengembangkan kemampuan dalam berkomunikasi secara interpersonal, menyelesaikan masalah secara bersama-sama, serta mengelola waktu dan sumber daya secara optimal—semua merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan baik dalam konteks pendidikan maupun dunia kerja.

Dengan demikian, perencanaan dan pembagian tugas dalam proyek ini tidak hanya mendukung pencapaian tujuan program GERIMIS secara teknis, tetapi juga berkontribusi langsung terhadap penguatan kompetensi sosial emosional, khususnya dalam hal khususnya dalam penguatan kemampuan menjalin relasi interpersonal serta keterampilan mengambil keputusan yang beretika dan berpihak pada kepentingan bersama, sebagaimana diacu dalam kerangka konseptual pembelajaran sosial emosional menurut CASEL.

5.    PELAKSANAAN PROYEK

Pada tahap pelaksanaan proyek pembuatan “waste reduction poster” Program GERIMIS, yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran bahasa inggris, siswa secara aktif terlibat dalam proses kolaboratif yang menuntut interaksi antarpersonal yang intensif. Dalam dinamika kelompok yang berlangsung, muncul sejumlah perbedaan pendapat terkait pemilihan konsep visual, struktur informasi, dan strategi penyampaian pesan. Meskipun perbedaan tersebut berpotensi menimbulkan gesekan, situasi ini justru menjadi ruang belajar yang otentik bagi siswa dalam mengasah keterampilan sosial dan emosional mereka.

Melalui fasilitasi guru dan kesadaran akan pentingnya komunikasi yang konstruktif, siswa belajar untuk mengartikulasikan gagasan secara jelas, mendengarkan secara aktif, serta menunjukkan sikap saling menghargai dalam diskusi kelompok. Proses ini juga mendorong terciptanya negosiasi dan kompromi yang didasarkan pada pertimbangan bersama, sehingga solusi yang diambil bersifat inklusif dan dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok.

Lebih dari sekadar pencapaian produk akhir, pengalaman ini menjadi pembelajaran transformatif yang memperkuat nilai-nilai kesabaran, empati, dan kedewasaan emosional dalam menyikapi perbedaan. Hal ini menunjukkan bagaimana lingkungan belajar yang kolaboratif mampu mendorong siswa untuk tumbuh tidak hanya sebagai individu yang kreatif, tetapi juga sebagai pribadi yang mampu menjalin hubungan sosial yang sehat dan menyelesaikan konflik secara adaptif. 

6.    PELAKSANAAN PROYEK

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbasis proyek dalam program GERIMIS (Gerakan Ringan Mengurangi Sampah) memberikan dampak yang signifikan terhadap penguatan kompetensi sosial emosional siswa. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi yang diperoleh selama proses pembelajaran, tampak bahwa partisipasi aktif siswa dalam proyek ini telah mendorong perkembangan berbagai dimensi kompetensi yang dikembangkan dalam kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning). Adapun capaian pembelajaran sosial emosional yang teridentifikasi meliputi:

a.       Kesadaran Diri (Self-Awareness):

Siswa menunjukkan peningkatan dalam kesadaran terhadap tanggung jawab pribadi, terutama dalam hal menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Mereka memahami peran individu dalam mendukung terciptanya ekosistem sekolah yang bersih dengan membuang sampah pada tempatnya sebagai bentuk konkret dari kesadaran lingkungan dan nilai tanggung jawab diri.

b.      Manajemen Diri (Self-Management):

Siswa mampu mengelola emosi dan mengatur perilaku secara konstruktif, khususnya saat menghadapi dinamika kelompok yang melibatkan perbedaan pendapat dalam diskusi pembuatan poster dan infografis. Mereka menerapkan strategi komunikasi yang asertif serta menunjukkan ketahanan emosional dalam situasi yang menuntut pengendalian diri.

c.       Kesadaran Sosial (Social Awareness):

Kemampuan siswa dalam memahami perspektif dan menghargai pendapat orang lain mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari keterbukaan mereka dalam menerima ide dari teman sekelompok yang berasal dari latar belakang pemikiran berbeda, serta kepekaan terhadap dinamika sosial selama proses diskusi kelompok.

d.      Keterampilan Berhubungan (Relationship Skills):

Siswa mampu menjalin interaksi yang sehat dan produktif, dengan cara menyampaikan ide secara aktif berdasarkan minat, bakat, dan kreativitas masing-masing. Kolaborasi yang terjadi dalam penyusunan materi poster dan infografis memperlihatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama, membagi peran, dan saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama.

e.       Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making):

Siswa menunjukkan keterampilan dalam membuat keputusan yang reflektif dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak. Hal ini tampak saat mereka memilih tema, desain visual, serta konten informasi yang akan disampaikan dalam poster dan infografis GERIMIS. Mereka juga mampu menyusun solusi yang kompromis saat terjadi perbedaan pendapat, dengan tujuan menjaga keharmonisan dan efektivitas kerja kelompok.

Selain kelima aspek utama di atas, kegiatan ini juga memberikan kontribusi tambahan berupa peningkatan empati antar siswa, kemampuan pengelolaan emosi yang lebih baik, serta peningkatan kualitas kerja sama tim. Proyek ini tidak hanya menghasilkan produk visual yang edukatif, tetapi juga menjadi wahana nyata untuk menginternalisasi nilai-nilai sosial emosional dalam konteks pembelajaran yang autentik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

7.    EVALUASI DAN UMPAN BALIK

Setelah kegiatan proyek pembuatan “waste reduction poster” program GERIMIS diselesaikan, dilakukan tahap evaluasi formatif dan refleksi bersama yang melibatkan baik peserta didik maupun rekan-rekan pendidik. Proses ini bertujuan untuk meninjau efektivitas pembelajaran, menilai proses kolaboratif yang telah berlangsung, serta mengidentifikasi pencapaian dan area pengembangan yang perlu diperkuat pada kegiatan serupa di masa mendatang.

Dalam sesi umpan balik yang dilaksanakan di kelas, saya menyampaikan apresiasi atas partisipasi aktif, semangat kolaboratif, dan etos kerja yang ditunjukkan siswa sepanjang pelaksanaan proyek. Penekanan diberikan pada keberhasilan mereka dalam menerapkan nilai-nilai kerja sama tim, komunikasi efektif, serta kreativitas dalam menyusun media kampanye edukatif yang relevan dengan isu lingkungan sekolah.

Selain itu, masukan dari sesama guru yang turut mengamati jalannya proyek juga mencerminkan pengakuan positif terhadap pendekatan pembelajaran yang diterapkan. Rekan-rekan guru menilai bahwa kegiatan ini berhasil mengintegrasikan keterampilan abad ke-21 dengan nilai-nilai sosial emosional secara seimbang, serta memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.

Kegiatan evaluasi dan pemberian umpan balik ini menjadi bagian integral dari siklus pembelajaran reflektif, yang tidak hanya memperkuat capaian kognitif dan afektif peserta didik, tetapi juga mendorong pengembangan profesionalisme guru dalam merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran yang kontekstual dan transformatif.

8.    PENERAPAN DAN REFLEKSI

Implementasi rancangan pembelajaran sosial emosional (PSE) dalam konteks pembuatan “Waste Reduction Poster” Program GERIMIS menunjukkan hasil yang konstruktif dan transformatif dalam dinamika pembelajaran di kelas. Dengan pendekatan yang berbasis proyek dan kolaboratif, para siswa menunjukkan tingkat keterlibatan yang tinggi, ditandai dengan antusiasme, inisiatif, dan partisipasi aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Selama proses berlangsung, siswa tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan teknis dalam desain visual dan penyampaian pesan edukatif, tetapi juga menunjukkan indikator positif dalam penguatan kesadaran diri (self-awareness) dan kesadaran sosial (social awareness). Mereka mulai memahami nilai-nilai personal dan tanggung jawab individu terhadap isu lingkungan, sekaligus meningkatkan sensitivitas terhadap dinamika kelompok dan kepentingan bersama. Secara umum, atmosfer kelas mengalami pergeseran yang signifikan menuju iklim belajar yang lebih inklusif, suportif, dan kondusif. Hubungan antar siswa menjadi lebih terbuka dan komunikatif, serta tercipta ruang belajar yang memungkinkan pertumbuhan karakter dan kolaborasi yang sehat. Refleksi terhadap penerapan ini mengonfirmasi bahwa integrasi dimensi sosial emosional ke dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek bukan hanya memperkaya proses akademik, tetapi juga memperkuat pembentukan profil pelajar yang utuh dan adaptif terhadap tantangan sosial kontekstual.

9.    KESIMPULAN

Pengalaman pembelajaran ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman saya mengenai urgensi dan relevansi penerapan pembelajaran sosial emosional (PSE) dalam konteks kehidupan sekolah dan praktik pendidikan sehari-hari. Kegiatan kolaboratif yang dilakukan, khususnya melalui komunikasi yang konstruktif dan kerja sama yang efektif antar siswa, telah menunjukkan bahwa penguatan kompetensi sosial emosional mampu menciptakan iklim pembelajaran yang inklusif, suportif, dan transformatif. Penerapan nilai-nilai seperti empati, kesadaran diri, serta keterampilan berinteraksi sosial terbukti mendorong tercapainya hasil pembelajaran yang tidak hanya bermakna secara kognitif, tetapi juga berdampak pada pembangunan karakter peserta didik dan hubungan antarwarga sekolah yang lebih harmonis. Ke depan, saya meyakini bahwa integrasi aspek sosial emosional dalam berbagai bentuk proyek pembelajaran tidak hanya akan memperkaya proses pedagogis, tetapi juga membentuk fondasi penting bagi pengembangan kepribadian dan kompetensi sosial yang berkelanjutan. Oleh karena itu, saya berkomitmen untuk terus mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran sosial emosional dalam program-program pendidikan di sekolah maupun dalam kehidupan pribadi sebagai bagian dari praktik reflektif dan penguatan karakter.

10.    DOKUMENTASI

- HARI PERTAMA ( Perencanaan Program Gerimis )



                   HARI KEDUA ( Diskusi Kelompok )



                    HARI KETIGA ( Presentasi Hasil Proyek Poster )















1 comment:

Anonymous said...

Keren pak, ijin adopsi 🙏🏼