JURNAL PEMBELAJARAN MODUL 3
FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI
AKSI NYATA – URGENSI PENGATURAN GURU MELALUI KODE ETIK
DALAM PERAN SEBAGAI PENDIDIK
Di Susun oleh
:
Abdul Haris Azis
LPTK UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PROF. DR. HAMKA
PPG GURU TERTENTU TAHAP 1 TAHUN 2025
A. PENDAHULUAN
Setiap
profesi secara inheren menuntut adanya suatu kode etik yang berfungsi sebagai
landasan filosofis-moral dan kerangka kerja normatif. Kode etik ini menjadi prasyarat
bagi terwujudnya praktik profesional yang menjunjung tinggi prinsip integritas
dan akuntabilitas. Dalam lingkup profesi keguruan, kode etik memegang
signifikansi strategis sebagai instrumen untuk membangun dan memelihara
kepercayaan publik (public trust), menjaga muruah profesi, serta memfasilitasi
terciptanya lingkungan belajar yang beretika, protektif, dan kondusif bagi
perkembangan holistik peserta didik.
Eksistensi
kode etik profesi guru ini mendapatkan legitimasi dan penguatan yuridis melalui
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 67 Tahun 2024. Secara spesifik, Pasal 8 dan 9 dalam regulasi
tersebut mengamanatkan urgensi fasilitasi terhadap organisasi profesi guru
serta pembinaan etika profesi yang terintegrasi dalam sistem pengembangan
keprofesian berkelanjutan. Hal ini menandakan adanya sinkronisasi antara
aspirasi profesional dengan kerangka kebijakan pemerintah.
Dengan
demikian, kode etik guru melampaui fungsinya sebagai sekadar dokumen normatif.
Ia bertransformasi menjadi instrumen esensial untuk mengukuhkan identitas
kolektif dan martabat profesi. Lebih lanjut, kode etik berperan sebagai
katalisator dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan
inklusif, yang secara fundamental berorientasi pada internalisasi karakter
luhur serta nilai-nilai universal kemanusiaan pada diri setiap peserta didik.
Pengertian
Kode Etik Guru
Kode
Etik Guru dapat didefinisikan sebagai suatu sistem norma, nilai, dan prinsip
etis yang secara sistematis berfungsi untuk mengarahkan dan membingkai seluruh
perilaku, sikap, dan tindakan seorang profesional di bidang pendidikan.
Kerangka kerja ini menjadi acuan formal dalam pemenuhan tanggung jawab
profesional, sosial, dan moral seorang guru terhadap peserta didik, orang
tua/wali, masyarakat, rekan sejawat, dan profesi itu sendiri dan dalam definisi
Konseptual dan Fungsional kode etik guru Secara konseptual, Kode Etik Guru
merupakan instrumen normatif sekaligus kompas moral yang berfungsi sebagai
standar acuan tertinggi (highest reference standard) bagi para pendidik dalam
menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik ini secara esensial
mentransformasikan nilai-nilai abstrak seperti integritas, objektivitas,
keadilan, dan dedikasi menjadi serangkaian pedoman perilaku yang konkret dan
terukur dalam praktik pendidikan sehari-hari.
a. Siapa yang di sebut guru ?
guru didefinisikan sebagai seorang
pendidik profesional yang memiliki afiliasi institusional, baik dengan lembaga
pendidikan yang diselenggarakan oleh negara maupun institusi swasta, atau
entitas lain yang secara kontraktual memberikan mandat. Tugas utamanya adalah
menyelenggarakan proses pembelajaran secara terstruktur dan sistematis.
Meskipun secara sosiologis setiap individu dapat menjalankan peran edukatif,
definisi ini secara sadar membedakan figur guru profesional dari peran edukatif
informal yang mungkin dijalankan oleh orang tua atau anggota masyarakat
lainnya. Fokusnya terletak pada individu yang secara formal menjadi bagian dari
sistem penyelenggaraan layanan pendidikan. Guru adalah individu yang secara
profesional terikat pada suatu institusi (pemerintah, swasta, atau lainnya)
dengan kewenangan dan tanggung jawab utama untuk memberikan instruksi
pengajaran dan memfasilitasi proses belajar. Kendatipun konsep "guru"
secara universal dapat mencakup siapa saja yang mentransfer pengetahuan atau
nilai, dalam ranah profesi, istilah ini secara eksklusif diperuntukkan bagi
mereka yang secara formal terlibat dan diakui dalam struktur sistem pendidikan,
bukan bagi aktor-aktor edukatif di luar sistem tersebut.
b. Pengertian Kode Etik Guru ?
Kode
Etik Guru dapat didefinisikan sebagai suatu sistem norma, nilai, dan prinsip
etis yang secara sistematis berfungsi untuk mengarahkan dan membingkai seluruh
perilaku, sikap, dan tindakan seorang profesional di bidang pendidikan.
Kerangka kerja ini menjadi acuan formal dalam pemenuhan tanggung jawab
profesional, sosial, dan moral seorang guru terhadap peserta didik, orang
tua/wali, masyarakat, rekan sejawat, dan profesi itu sendiri dan dalam definisi
Konseptual dan Fungsional kode etik guru Secara konseptual, Kode Etik Guru
merupakan instrumen normatif sekaligus kompas moral yang berfungsi sebagai
standar acuan tertinggi (highest reference standard) bagi para pendidik dalam
menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik ini secara esensial
mentransformasikan nilai-nilai abstrak—seperti integritas, objektivitas,
keadilan, dan dedikasi menjadi serangkaian pedoman perilaku yang konkret dan
terukur dalam praktik pendidikan sehari-hari.
c. Alasan Utama Pentingnya Kode
Etik Profesi
Ada 5 alasan mengapa kode etik
dibutuhkan, yaitu untuk:
1) Penegakan Integritas Profesional
Kode
etik berfungsi sebagai instrumen utama untuk menanamkan dan menegakkan
integritas pada setiap individu penyandang profesi. Integritas di sini
diartikan sebagai keselarasan fundamental antara prinsip etis yang diyakini,
pernyataan yang diucapkan, dan tindakan yang diimplementasikan. Kode etik
mendorong anggota profesi untuk secara konsisten memanifestasikan nilai-nilai
kejujuran (transparansi dan kebenaran intelektual), keadilan (imparsialitas dan
perlakuan ekuivalen tanpa diskriminasi), serta tanggung jawab (akuntabilitas
profesional atas segala keputusan dan dampaknya).
2) Pembangunan Legitimasi
dan Kepercayaan Publik
Kepercayaan
publik (public trust) adalah modal sosial krusial yang menjadi landasan
legitimasi sebuah profesi. Kode etik berperan sebagai deklarasi publik yang
menegaskan komitmen kolektif profesi terhadap standar kompetensi dan pelayanan
tertinggi. Dengan adanya komitmen yang terartikulasi ini, masyarakat memperoleh
jaminan bahwa para praktisi beroperasi di bawah kerangka kerja yang andal dan
dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini secara langsung meningkatkan reliabilitas
dan citra profesi, yang pada gilirannya memperkuat kepercayaan masyarakat
secara berkelanjutan.
3) Standardisasi Perilaku dan Penjagaan Martabat Profesi
Fungsi vital kode etik adalah untuk melakukan standardisasi
perilaku profesional. Ia menetapkan demarkasi yang jelas antara apa yang
dianggap sebagai tindakan yang pantas dan tidak pantas dalam ranah profesional.
Dengan demikian, setiap anggota profesi memiliki pemahaman yang seragam
mengenai batasan-batasan dalam berinteraksi dengan seluruh pemangku
kepentingan. Kepatuhan terhadap standar ini secara kolektif akan menjaga muruah
atau nama baik (collective reputation) profesi dari tindakan-tindakan individual
yang berpotensi merusaknya.
4) Proteksi dan Pemenuhan Hak-Hak Peserta Didik
Dalam konteks keguruan, peserta didik merupakan pemangku kepentingan
primer yang paling rentan. Oleh karena itu, kode etik menempatkan perlindungan
terhadap mereka sebagai mandat etis tertinggi. Kode etik secara eksplisit
mewajibkan setiap guru untuk menjunjung tinggi hak-hak peserta didik, termasuk
hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil, proses pembelajaran yang
berkualitas, serta lingkungan belajar yang aman secara fisik dan psikologis.
Kepentingan terbaik peserta didik (the best interest of the child) harus
menjadi pertimbangan utama dalam setiap pengambilan keputusan profesional.
5)
Prevensi Penyalahgunaan Wewenang
dan Konflik Kepentingan
Profesi
guru memiliki wewenang atau prerogatif yang signifikan terhadap peserta didik,
menciptakan relasi kuasa yang asimetris. Kode etik berfungsi sebagai mekanisme
kontrol internal untuk mencegah penyalahgunaan wewenang tersebut. Ia
menyediakan pedoman yang tegas untuk menghindari tindakan-tindakan yang
merugikan, seperti favoritisme, pemaksaan ideologi, atau penggunaan posisi
untuk keuntungan pribadi. Lebih lanjut, kode etik membantu mengidentifikasi dan
mengelola potensi konflik kepentingan (conflict of interest) agar setiap
tindakan tetap objektif dan berfokus murni pada tujuan pendidikan.
d.
Kode
Etik Prinsip untuk Profesi Mengajar
Seorang guru hendaknya menjunjung tinggi etika dalam ranah
ilmu pengetahuan
1. Etika terhadap Ilmu
Pengetahuan, guru harus memiliki:
a) Integritas
Intelektual (Intellectual Integrity): Menghargai hakikat ilmu pengetahuan
berarti memahami bahwa setiap disiplin ilmu memiliki pendekatan khas dalam
memperoleh, menguji, dan memverifikasi kebenaran, termasuk melalui rekam jejak
metodologis yang telah mapan dan diajarkan secara sistematis.
b) Integritas
Profesional (Vocational Integrity): Menjunjung tinggi profesionalisme
mengharuskan guru untuk senantiasa mengembangkan diri, belajar secara
berkelanjutan, dan menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan peserta
didik yang beragam.
c) Keberanian Moral
(Moral Courage): Menunjukkan kemandirian dalam praktik mengajar berarti
memiliki keberanian untuk menerapkan metode yang benar secara etis, meskipun
pilihan tersebut kurang populer, demi menjaga integritas dalam profesi
pendidikan.
2.
Etika terhadap Peserta Didik, guru
harus:
a)
Mengutamakan Kepentingan Orang
Lain (Altruisme): Kemandirian dalam profesi pendidik tercermin dari kesiapan
untuk mengajar menggunakan materi atau metode yang mungkin tidak populer,
apabila hal tersebut diperlukan demi menjaga integritas intelektual dan profesional.
b)
Bersikap Tidak Memihak
(Impartiality): Pengakuan terhadap saling ketergantungan dalam kehidupan sosial
menuntut guru untuk mencegah praktik eksploitasi serta menjunjung tinggi
prinsip keadilan bagi setiap individu maupun kelompok.
c)
Memiliki Wawasan Kemanusiaan
(Human Insight): Penghormatan terhadap kepentingan peserta didik ditunjukkan
melalui upaya mengutamakan kebutuhan mereka, membangun rasa percaya diri, serta
menyadari bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik antara guru dan siswa.
d)
Memiliki Tanggung Jawab Pengaruh (The Responsibility of Influence):
melaksanakan tanggung jawab berarti menyadari dampak jangka panjang dari
pengajaran dan berusaha meninggalkan jejak positif bagi peserta didik
3.
Etika terhadap Profesi, guru harus
memiliki :
a) Kerendahan Hati (Humility): Kesadaran akan
keterbatasan diri mencakup kesiapan untuk mengakui kemungkinan kekeliruan, baik
dalam aspek pengetahuan maupun perilaku profesional.
b) Kolegialitas (Collegiality): Menghargai
rekan sejawat dan menjalin kerja sama yang konstruktif mencakup kesediaan untuk
saling mendengarkan, belajar, serta bersinergi demi kepentingan peserta didik,
meskipun berasal dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda.
c) Kemitraan (Partnership): Mengembangkan
hubungan profesional yang setara dan saling mendukung, ditunjukkan melalui
kolaborasi, dialog terbuka, dan pembelajaran bersama antarpendidik lintas
disiplin untuk mendukung kebutuhan peserta didik secara optimal.
d) Tanggung Jawab dan Aspirasi Profesional
(Professional Responsibilities and Aspirations): Komitmen terhadap nilai-nilai
profesional diwujudkan dalam kesediaan memberikan tanggapan secara terbuka dan
konstruktif terhadap kebijakan pendidikan serta menelaah dampak dari proses dan
kegiatan pembelajaran
e. Tantangan
dalam Penegakan Kode Etik
Dalam praktik profesional, guru dihadapkan pada
berbagai tantangan dalam menegakkan kode etik. Beberapa di antaranya meliputi:
a)
Pertentangan
Antar Prinsip Etika: Guru kerap menghadapi situasi di mana prinsip-prinsip
etika saling bertentangan, seperti antara kepentingan peserta didik dan
kebutuhan pribadi atau profesional pendidik. Sebagai contoh, dosen di perguruan
tinggi harus membagi waktu antara kegiatan pengajaran dan kewajiban melakukan
penelitian serta publikasi ilmiah, yang keduanya memiliki urgensi tinggi.
Kondisi ini dapat menimbulkan dilema dalam menjalankan tanggung jawab ganda
secara seimbang.
b)
Keterbatasan
Waktu dan Energi: Tuntutan etis seperti memberikan layanan konseling,
pendampingan remedial, atau bimbingan belajar sering kali melampaui jam kerja
formal. Sementara itu, guru juga memiliki keterbatasan dalam hal kapasitas
fisik dan emosional yang dapat memengaruhi pelaksanaan tanggung jawab tersebut
secara optimal.
c)
Tingginya
Tuntutan Profesionalisme: Guru diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai dinamika prinsip-prinsip etika serta mampu membuat keputusan yang
bermuara pada tanggung jawab moral yang tinggi. Hal ini menuntut kepekaan,
refleksi kritis, dan penalaran etis yang matang.
d)
Penilaian
yang Bersifat Subjektif: Pengambilan keputusan etis oleh guru kerap dinilai
secara sepihak tanpa mempertimbangkan konteks atau kompleksitas dilema yang
dihadapi. Sebagai contoh, ketika seorang peserta didik datang terlambat ke
sekolah karena kendala transportasi, aturan mungkin mengharuskan pemberian
sanksi. Namun, keputusan guru dalam situasi seperti ini sering kali dinilai
hanya berdasarkan hasil akhirnya tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang
melatarbelakangi perilaku peserta didik tersebut, sehingga berpotensi
menimbulkan ketidakadilan dalam penilaian.
C. RANCANGAN PEMBELAJARAN
Merancang
pembelajaran yang memuat unsur kode etik profesi guru dapat dilaksanakan dengan
mengikuti tahapan pendekatan pendidikan nilai sebagai berikut:
v Model Pendekatan :
Pendidikan Nilai
v Topik :
Kode Etik Guru : Perlukah
Pengaturan Guru Melalui Kode Etik?
v Target Peserta : Teman Sejawat (Guru-Guru Satu Sekolah)
v Durasi : 80 Menit
Melalui kegiatan pembelajaran, peserta didik diharapkan
dapat:
1.
Mengidentifikasi
kode etik profesi guru dan menjelaskan urgensinya sebagai pedoman perilaku
dalam menjalankan tugas profesional.
2.
Menganalisis
nilai-nilai utama yang terkandung dalam kode etik guru, seperti integritas,
tanggung jawab, dan profesionalisme.
3.
Menunjukkan
sikap positif dan komitmen terhadap penerapan prinsip-prinsip etika dalam
interaksi sosial dan profesional di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
4.
Menerapkan
kode etik guru secara konsisten dalam simulasi atau praktik pembelajaran sesuai
dengan konteks dan peran yang diberikan.
5.
Merancang
aksi nyata yang mencerminkan upaya internalisasi dan implementasi nilai-nilai
etika profesi guru dalam kehidupan sehari-hari
Ø Materi Pembelajaran
v Makna Kode Etik Guru
·
Pengertian
kode etik profesi guru sebagai pedoman moral dan perilaku dalam menjalankan
tugas keguruan.
·
Fungsi dan
tujuan kode etik dalam menjaga martabat serta kepercayaan publik terhadap
profesi guru.
v Prinsip Dasar Etika Profesi
·
Nilai-nilai
fundamental dalam etika profesi guru, seperti integritas, tanggung jawab,
kejujuran, keadilan, dan kepedulian terhadap peserta didik.
·
Peran
prinsip etis dalam pengambilan keputusan profesional.
v Relevansi Kode Etik Guru dalam Pendidikan Nilai
·
Hubungan
antara etika profesi dan pendidikan nilai sebagai bagian dari pembangunan
karakter.
·
Implementasi
nilai-nilai etis dalam proses pembelajaran dan kehidupan sosial di lingkungan
sekolah.
v Studi Kasus Pelanggaran Etik dan Pemodelan
Sikap Etis
·
Analisis
kasus nyata pelanggaran kode etik guru di lingkungan pendidikan.
·
Strategi
penguatan sikap etis melalui pembelajaran reflektif dan pemodelan peran (role
modeling).
·
Praktik
pengambilan keputusan etis dalam situasi dilematis.
Pendekatan 3 tahap yaitu:
a)
Transformasi Nilai:
1.
Menampilkan berita pelanggaran etika guru sebagai pemantik.
2.
Guru menjelaskan makna dan prinsip kode etik guru.
b) Transaksi Nilai:
1. Diskusi Kelompok
dan refleksi 5 R (Ringkas,
Relevan, Reaksi, Rencana,
Revisi) terhadap studi kasus nyata.
2. Mengadakan
Permainan Peran ( roleplay ) untuk menunjukan situasi nyata yang membutuhkan
pengambilan pelajaran berdasarkan nilai-nilai profesionalisme
3. Mengadakan permainan
peran (roleplay) untuk menunjukkan situasi
nyata yang membutuhkan pengambilan pelajaran
berdasarkan nilai-nilai profesionalisme.
c)
Trans-Internalisasi:
1.
Refleksi individu atas nilai yang paling bermakna.
2.
Guru menutup dengan penguatan sikap stis paru professional.
Ø Metode : Diskusi kelompok dan Permainan
Peran ( roleplay )
Ø Media dan Sumber :
a. Media: Canva, Kertas Selembar, PPT dan
Video Pelanggaran Kode Etik Guru (Youtube/PMM).
b. Sumber: Buku Ajar Filosofi Pendidikan
dan Pendidikan Nilai PPG Bagi Guru Tertentu Tahun 2025.
Merancang tiga bentuk aksi nyata dalam menjalankan peran sebagai
pembimbing peserta didik agar tumbuh menjadi pribadi yang berbudi pekerti
luhur, dengan memformulasikan tindakan secara konsentris berpusat dari diri
sendiri, kemudian meluas kepada peserta didik, dan lingkungan sekolah ?
Diagram Lingkaran Konsentris Aksi Nyata Berjenjang merepresentasikan tiga lapisan tanggung jawab yang menggambarkan peran guru sebagai pembimbing dalam nilai dan etika. Proses ini dimulai dari penguatan integritas dan kesadaran etis pada diri sendiri, kemudian diperluas dalam bimbingan terhadap peserta didik, hingga berkontribusi pada transformasi lingkungan sekolah secara lebih luas.
Adapun hasil analisis terhadap model ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Lapisan Pusat – Diri Sendiri:
Lapisan ini menekankan bahwa guru, sebagai figur teladan, harus terlebih dahulu menginternalisasi nilai-nilai etis seperti tanggung jawab, kejujuran, dan integritas. Implementasi nyata dari penguatan nilai ini dapat diwujudkan melalui kegiatan refleksi rutin, menjaga konsistensi antara ucapan dan tindakan, serta menerapkan kedisiplinan dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
• Lapisan Tengah – Untuk Peserta Didik:
Setelah nilai-nilai etis tertanam kuat dalam diri guru, langkah berikutnya adalah membiasakan nilai-nilai tersebut dalam interaksi dengan peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui pembimbingan etika, penguatan karakter dalam proses pembelajaran, serta penciptaan lingkungan kelas yang mendukung tumbuhnya perilaku beretika.
• Lapisan Luar – Untuk Sekolah:
Lapisan ini mencerminkan peran guru dalam membangun budaya etis di tingkat institusional melalui kolaborasi dengan rekan sejawat. Aksi nyata dapat berupa penyusunan kode etik bersama, keterlibatan aktif dalam program pembinaan nilai, serta kontribusi dalam menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung pengembangan karakter dan integritas.
dokumentasi :
REFLEKSI PEMBELAJARAN
Pembelajaran mendalam mengenai Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai telah memperluas cakrawala pemahaman saya mengenai hakikat dan tujuan fundamental pendidikan. Salah satu diskursus krusial yang muncul dari studi ini adalah pertanyaan fundamental mengenai urgensi regulasi perilaku guru sebagai pendidik. Implementasi aksi nyata yang telah saya laksanakan dalam konteks ini semakin mengukuhkan keyakinan saya bahwa regulasi terhadap perilaku guru bukan hanya merupakan suatu kebutuhan, melainkan sebuah keniscayaan yang esensial.
Melalui proses perancangan dan implementasi program sosialisasi kode etik guru, saya memperoleh pemahaman mendalam mengenai nilai-nilai profesionalisme. Pengalaman ini menegaskan bahwa etika profesi melampaui tataran teoretis dan harus terinternalisasi serta termanifestasi dalam praktik keseharian. Saya sampai pada kesadaran bahwa diskursus mengenai kode etik sejatinya tidak terbatas pada penegasan kembali regulasi yang berlaku, melainkan merupakan sebuah ajakan kolektif untuk merefleksikan makna luhur menjadi seorang pendidik yang menjunjung tinggi martabat, moralitas, dan nilai-nilai kebajikan. Proses ini semakin mempertegas pemahaman saya akan peran sentral guru sebagai teladan (role model) bagi peserta didik dan masyarakat.
Tentu, dalam pelaksanaannya, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi. Tantangan tersebut mencakup persepsi sebagian rekan sejawat yang masih memandang kode etik sebagai formalitas administratif, adanya keengganan untuk berbagi pengalaman secara terbuka, alokasi waktu diskusi yang terbatas, serta dinamika perbedaan pandangan. Sebagai respons untuk mengatasi tantangan tersebut, saya mengupayakan penciptaan lingkungan diskusi yang kondusif, inklusif, dan non-judgemental, sehingga setiap individu merasa aman untuk menyampaikan pendapat. Selain itu, saya mengintegrasikan metode studi kasus berbasis video berita aktual serta kegiatan bermain peran (role-playing) yang menyajikan dilema etika profesional. Pendekatan ini terbukti efektif dalam menjadikan pembahasan etika lebih kontekstual, relevan, dan mudah dipahami oleh seluruh peserta.
Sebagai rencana tindak lanjut, saya berencana untuk secara berkelanjutan membina budaya reflektif di lingkungan sekolah. Upaya ini akan diwujudkan melalui beberapa strategi: pertama, memfasilitasi forum diskusi periodik bagi para guru untuk menganalisis studi kasus nyata terkait dilema etika dan merumuskan solusi berbasis kode etik. Kedua, mengadvokasikan integrasi nilai-nilai etika secara eksplisit ke dalam berbagai kegiatan sekolah, seperti rapat dewan guru, sesi supervisi, dan program pengembangan diri mandiri. Ketiga, mendorong praktik saling mengingatkan secara konstruktif di antara rekan sejawat untuk senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi sebagai fondasi budaya kerja yang etis dan suportif. Pada akhirnya, saya berkomitmen penuh untuk menjadi teladan dalam penerapan kode etik, karena saya meyakini bahwa perubahan yang paling berdampak dan berkelanjutan berawal dari komitmen serta integritas diri.
No comments:
Post a Comment