Monday, June 23, 2025

JURNAL PEMBELAJARAN MODUL 3 FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI

 

JURNAL PEMBELAJARAN MODUL 3

FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI

AKSI NYATA – URGENSI PENGATURAN  GURU MELALUI KODE ETIK

DALAM PERAN SEBAGAI PENDIDIK

 

Di Susun oleh :

Abdul Haris Azis


LPTK UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PROF. DR. HAMKA

PPG GURU TERTENTU TAHAP 1 TAHUN 2025 




A.   PENDAHULUAN

 

          Setiap profesi secara inheren menuntut adanya suatu kode etik yang berfungsi sebagai landasan filosofis-moral dan kerangka kerja normatif. Kode etik ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya praktik profesional yang menjunjung tinggi prinsip integritas dan akuntabilitas. Dalam lingkup profesi keguruan, kode etik memegang signifikansi strategis sebagai instrumen untuk membangun dan memelihara kepercayaan publik (public trust), menjaga muruah profesi, serta memfasilitasi terciptanya lingkungan belajar yang beretika, protektif, dan kondusif bagi perkembangan holistik peserta didik.

Eksistensi kode etik profesi guru ini mendapatkan legitimasi dan penguatan yuridis melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2024. Secara spesifik, Pasal 8 dan 9 dalam regulasi tersebut mengamanatkan urgensi fasilitasi terhadap organisasi profesi guru serta pembinaan etika profesi yang terintegrasi dalam sistem pengembangan keprofesian berkelanjutan. Hal ini menandakan adanya sinkronisasi antara aspirasi profesional dengan kerangka kebijakan pemerintah.

Dengan demikian, kode etik guru melampaui fungsinya sebagai sekadar dokumen normatif. Ia bertransformasi menjadi instrumen esensial untuk mengukuhkan identitas kolektif dan martabat profesi. Lebih lanjut, kode etik berperan sebagai katalisator dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan inklusif, yang secara fundamental berorientasi pada internalisasi karakter luhur serta nilai-nilai universal kemanusiaan pada diri setiap peserta didik.

 

Pengertian Kode Etik Guru

Kode Etik Guru dapat didefinisikan sebagai suatu sistem norma, nilai, dan prinsip etis yang secara sistematis berfungsi untuk mengarahkan dan membingkai seluruh perilaku, sikap, dan tindakan seorang profesional di bidang pendidikan. Kerangka kerja ini menjadi acuan formal dalam pemenuhan tanggung jawab profesional, sosial, dan moral seorang guru terhadap peserta didik, orang tua/wali, masyarakat, rekan sejawat, dan profesi itu sendiri dan dalam definisi Konseptual dan Fungsional kode etik guru Secara konseptual, Kode Etik Guru merupakan instrumen normatif sekaligus kompas moral yang berfungsi sebagai standar acuan tertinggi (highest reference standard) bagi para pendidik dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik ini secara esensial mentransformasikan nilai-nilai abstrak seperti integritas, objektivitas, keadilan, dan dedikasi menjadi serangkaian pedoman perilaku yang konkret dan terukur dalam praktik pendidikan sehari-hari.

 

B.   KODE ETIK GURU

a.      Siapa yang di sebut guru ?

guru didefinisikan sebagai seorang pendidik profesional yang memiliki afiliasi institusional, baik dengan lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh negara maupun institusi swasta, atau entitas lain yang secara kontraktual memberikan mandat. Tugas utamanya adalah menyelenggarakan proses pembelajaran secara terstruktur dan sistematis. Meskipun secara sosiologis setiap individu dapat menjalankan peran edukatif, definisi ini secara sadar membedakan figur guru profesional dari peran edukatif informal yang mungkin dijalankan oleh orang tua atau anggota masyarakat lainnya. Fokusnya terletak pada individu yang secara formal menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan layanan pendidikan. Guru adalah individu yang secara profesional terikat pada suatu institusi (pemerintah, swasta, atau lainnya) dengan kewenangan dan tanggung jawab utama untuk memberikan instruksi pengajaran dan memfasilitasi proses belajar. Kendatipun konsep "guru" secara universal dapat mencakup siapa saja yang mentransfer pengetahuan atau nilai, dalam ranah profesi, istilah ini secara eksklusif diperuntukkan bagi mereka yang secara formal terlibat dan diakui dalam struktur sistem pendidikan, bukan bagi aktor-aktor edukatif di luar sistem tersebut.

 

b.      Pengertian Kode Etik Guru ?

Kode Etik Guru dapat didefinisikan sebagai suatu sistem norma, nilai, dan prinsip etis yang secara sistematis berfungsi untuk mengarahkan dan membingkai seluruh perilaku, sikap, dan tindakan seorang profesional di bidang pendidikan. Kerangka kerja ini menjadi acuan formal dalam pemenuhan tanggung jawab profesional, sosial, dan moral seorang guru terhadap peserta didik, orang tua/wali, masyarakat, rekan sejawat, dan profesi itu sendiri dan dalam definisi Konseptual dan Fungsional kode etik guru Secara konseptual, Kode Etik Guru merupakan instrumen normatif sekaligus kompas moral yang berfungsi sebagai standar acuan tertinggi (highest reference standard) bagi para pendidik dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Kode etik ini secara esensial mentransformasikan nilai-nilai abstrak—seperti integritas, objektivitas, keadilan, dan dedikasi menjadi serangkaian pedoman perilaku yang konkret dan terukur dalam praktik pendidikan sehari-hari.

 

c.       Alasan Utama Pentingnya Kode Etik Profesi

 

Ada 5 alasan mengapa kode etik dibutuhkan, yaitu untuk:

 

1)     Penegakan Integritas Profesional

Kode etik berfungsi sebagai instrumen utama untuk menanamkan dan menegakkan integritas pada setiap individu penyandang profesi. Integritas di sini diartikan sebagai keselarasan fundamental antara prinsip etis yang diyakini, pernyataan yang diucapkan, dan tindakan yang diimplementasikan. Kode etik mendorong anggota profesi untuk secara konsisten memanifestasikan nilai-nilai kejujuran (transparansi dan kebenaran intelektual), keadilan (imparsialitas dan perlakuan ekuivalen tanpa diskriminasi), serta tanggung jawab (akuntabilitas profesional atas segala keputusan dan dampaknya).

 

2)     Pembangunan Legitimasi dan Kepercayaan Publik

Kepercayaan publik (public trust) adalah modal sosial krusial yang menjadi landasan legitimasi sebuah profesi. Kode etik berperan sebagai deklarasi publik yang menegaskan komitmen kolektif profesi terhadap standar kompetensi dan pelayanan tertinggi. Dengan adanya komitmen yang terartikulasi ini, masyarakat memperoleh jaminan bahwa para praktisi beroperasi di bawah kerangka kerja yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini secara langsung meningkatkan reliabilitas dan citra profesi, yang pada gilirannya memperkuat kepercayaan masyarakat secara berkelanjutan.

 

3)      Standardisasi Perilaku dan Penjagaan Martabat Profesi

Fungsi vital kode etik adalah untuk melakukan standardisasi perilaku profesional. Ia menetapkan demarkasi yang jelas antara apa yang dianggap sebagai tindakan yang pantas dan tidak pantas dalam ranah profesional. Dengan demikian, setiap anggota profesi memiliki pemahaman yang seragam mengenai batasan-batasan dalam berinteraksi dengan seluruh pemangku kepentingan. Kepatuhan terhadap standar ini secara kolektif akan menjaga muruah atau nama baik (collective reputation) profesi dari tindakan-tindakan individual yang berpotensi merusaknya.

 

4)      Proteksi dan Pemenuhan Hak-Hak Peserta Didik

Dalam konteks keguruan, peserta didik merupakan pemangku kepentingan primer yang paling rentan. Oleh karena itu, kode etik menempatkan perlindungan terhadap mereka sebagai mandat etis tertinggi. Kode etik secara eksplisit mewajibkan setiap guru untuk menjunjung tinggi hak-hak peserta didik, termasuk hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil, proses pembelajaran yang berkualitas, serta lingkungan belajar yang aman secara fisik dan psikologis. Kepentingan terbaik peserta didik (the best interest of the child) harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap pengambilan keputusan profesional.

 

5)      Prevensi Penyalahgunaan Wewenang dan Konflik Kepentingan

Profesi guru memiliki wewenang atau prerogatif yang signifikan terhadap peserta didik, menciptakan relasi kuasa yang asimetris. Kode etik berfungsi sebagai mekanisme kontrol internal untuk mencegah penyalahgunaan wewenang tersebut. Ia menyediakan pedoman yang tegas untuk menghindari tindakan-tindakan yang merugikan, seperti favoritisme, pemaksaan ideologi, atau penggunaan posisi untuk keuntungan pribadi. Lebih lanjut, kode etik membantu mengidentifikasi dan mengelola potensi konflik kepentingan (conflict of interest) agar setiap tindakan tetap objektif dan berfokus murni pada tujuan pendidikan.

 

d.       Kode Etik Prinsip untuk Profesi Mengajar

Seorang guru hendaknya menjunjung tinggi etika dalam ranah ilmu pengetahuan

1.       Etika terhadap Ilmu Pengetahuan, guru harus memiliki:

a)    Integritas Intelektual (Intellectual Integrity): Menghargai hakikat ilmu pengetahuan berarti memahami bahwa setiap disiplin ilmu memiliki pendekatan khas dalam memperoleh, menguji, dan memverifikasi kebenaran, termasuk melalui rekam jejak metodologis yang telah mapan dan diajarkan secara sistematis.

b)    Integritas Profesional (Vocational Integrity): Menjunjung tinggi profesionalisme mengharuskan guru untuk senantiasa mengembangkan diri, belajar secara berkelanjutan, dan menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik yang beragam.

c)    Keberanian Moral (Moral Courage): Menunjukkan kemandirian dalam praktik mengajar berarti memiliki keberanian untuk menerapkan metode yang benar secara etis, meskipun pilihan tersebut kurang populer, demi menjaga integritas dalam profesi pendidikan.

 

2.       Etika terhadap Peserta Didik, guru harus:

a)       Mengutamakan Kepentingan Orang Lain (Altruisme): Kemandirian dalam profesi pendidik tercermin dari kesiapan untuk mengajar menggunakan materi atau metode yang mungkin tidak populer, apabila hal tersebut diperlukan demi menjaga integritas intelektual dan profesional.

b)      Bersikap Tidak Memihak (Impartiality): Pengakuan terhadap saling ketergantungan dalam kehidupan sosial menuntut guru untuk mencegah praktik eksploitasi serta menjunjung tinggi prinsip keadilan bagi setiap individu maupun kelompok.

c)       Memiliki Wawasan Kemanusiaan (Human Insight): Penghormatan terhadap kepentingan peserta didik ditunjukkan melalui upaya mengutamakan kebutuhan mereka, membangun rasa percaya diri, serta menyadari bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik antara guru dan siswa.

d)      Memiliki Tanggung Jawab Pengaruh (The Responsibility of Influence): melaksanakan tanggung jawab berarti menyadari dampak jangka panjang dari pengajaran dan berusaha meninggalkan jejak positif bagi peserta didik

 

3.       Etika terhadap Profesi, guru harus memiliki :

a)    Kerendahan Hati (Humility): Kesadaran akan keterbatasan diri mencakup kesiapan untuk mengakui kemungkinan kekeliruan, baik dalam aspek pengetahuan maupun perilaku profesional.

b)    Kolegialitas (Collegiality): Menghargai rekan sejawat dan menjalin kerja sama yang konstruktif mencakup kesediaan untuk saling mendengarkan, belajar, serta bersinergi demi kepentingan peserta didik, meskipun berasal dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda.

c)    Kemitraan (Partnership): Mengembangkan hubungan profesional yang setara dan saling mendukung, ditunjukkan melalui kolaborasi, dialog terbuka, dan pembelajaran bersama antarpendidik lintas disiplin untuk mendukung kebutuhan peserta didik secara optimal.

d)    Tanggung Jawab dan Aspirasi Profesional (Professional Responsibilities and Aspirations): Komitmen terhadap nilai-nilai profesional diwujudkan dalam kesediaan memberikan tanggapan secara terbuka dan konstruktif terhadap kebijakan pendidikan serta menelaah dampak dari proses dan kegiatan pembelajaran

 

 

 

 

e.       Tantangan dalam Penegakan Kode Etik

 

Dalam praktik profesional, guru dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menegakkan kode etik. Beberapa di antaranya meliputi:

a)       Pertentangan Antar Prinsip Etika: Guru kerap menghadapi situasi di mana prinsip-prinsip etika saling bertentangan, seperti antara kepentingan peserta didik dan kebutuhan pribadi atau profesional pendidik. Sebagai contoh, dosen di perguruan tinggi harus membagi waktu antara kegiatan pengajaran dan kewajiban melakukan penelitian serta publikasi ilmiah, yang keduanya memiliki urgensi tinggi. Kondisi ini dapat menimbulkan dilema dalam menjalankan tanggung jawab ganda secara seimbang.

b)      Keterbatasan Waktu dan Energi: Tuntutan etis seperti memberikan layanan konseling, pendampingan remedial, atau bimbingan belajar sering kali melampaui jam kerja formal. Sementara itu, guru juga memiliki keterbatasan dalam hal kapasitas fisik dan emosional yang dapat memengaruhi pelaksanaan tanggung jawab tersebut secara optimal.

c)       Tingginya Tuntutan Profesionalisme: Guru diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai dinamika prinsip-prinsip etika serta mampu membuat keputusan yang bermuara pada tanggung jawab moral yang tinggi. Hal ini menuntut kepekaan, refleksi kritis, dan penalaran etis yang matang.

d)      Penilaian yang Bersifat Subjektif: Pengambilan keputusan etis oleh guru kerap dinilai secara sepihak tanpa mempertimbangkan konteks atau kompleksitas dilema yang dihadapi. Sebagai contoh, ketika seorang peserta didik datang terlambat ke sekolah karena kendala transportasi, aturan mungkin mengharuskan pemberian sanksi. Namun, keputusan guru dalam situasi seperti ini sering kali dinilai hanya berdasarkan hasil akhirnya tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku peserta didik tersebut, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam penilaian.

 

  

C.  RANCANGAN PEMBELAJARAN

                Merancang pembelajaran yang memuat unsur kode etik profesi guru dapat dilaksanakan dengan mengikuti tahapan pendekatan pendidikan nilai sebagai berikut:

v  Model Pendekatan                     : Pendidikan Nilai

v  Topik : Kode Etik Guru                : Perlukah Pengaturan Guru Melalui Kode Etik?

v  Target Peserta                               : Teman Sejawat (Guru-Guru Satu Sekolah)

v  Durasi                                              : 80 Menit

 Ø Tujuan Pembelajaran

Melalui kegiatan pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:

1.       Mengidentifikasi kode etik profesi guru dan menjelaskan urgensinya sebagai pedoman perilaku dalam menjalankan tugas profesional.

2.       Menganalisis nilai-nilai utama yang terkandung dalam kode etik guru, seperti integritas, tanggung jawab, dan profesionalisme.

3.       Menunjukkan sikap positif dan komitmen terhadap penerapan prinsip-prinsip etika dalam interaksi sosial dan profesional di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

4.       Menerapkan kode etik guru secara konsisten dalam simulasi atau praktik pembelajaran sesuai dengan konteks dan peran yang diberikan.

5.       Merancang aksi nyata yang mencerminkan upaya internalisasi dan implementasi nilai-nilai etika profesi guru dalam kehidupan sehari-hari

 

Ø Materi Pembelajaran



v 
Makna Kode Etik Guru

·         Pengertian kode etik profesi guru sebagai pedoman moral dan perilaku dalam menjalankan tugas keguruan.

·         Fungsi dan tujuan kode etik dalam menjaga martabat serta kepercayaan publik terhadap profesi guru.

v  Prinsip Dasar Etika Profesi

·         Nilai-nilai fundamental dalam etika profesi guru, seperti integritas, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, dan kepedulian terhadap peserta didik.

·         Peran prinsip etis dalam pengambilan keputusan profesional.

v  Relevansi Kode Etik Guru dalam Pendidikan Nilai

·         Hubungan antara etika profesi dan pendidikan nilai sebagai bagian dari pembangunan karakter.

·         Implementasi nilai-nilai etis dalam proses pembelajaran dan kehidupan sosial di lingkungan sekolah.

v  Studi Kasus Pelanggaran Etik dan Pemodelan Sikap Etis

·         Analisis kasus nyata pelanggaran kode etik guru di lingkungan pendidikan.

·         Strategi penguatan sikap etis melalui pembelajaran reflektif dan pemodelan peran (role modeling).

·         Praktik pengambilan keputusan etis dalam situasi dilematis.

 

Ø Strategi Pendidikan Nilai

                Pendekatan 3 tahap yaitu:

a)     Transformasi Nilai:

1.     Menampilkan berita pelanggaran etika guru sebagai pemantik.

2.     Guru menjelaskan makna dan prinsip kode etik guru.

b)   Transaksi Nilai:

1.      Diskusi Kelompok dan refleksi 5 R (Ringkas, Relevan, Reaksi, Rencana, Revisi) terhadap studi kasus nyata.

2.      Mengadakan Permainan Peran ( roleplay ) untuk menunjukan situasi nyata yang membutuhkan pengambilan pelajaran berdasarkan nilai-nilai profesionalisme

3.      Mengadakan permainan peran (roleplay) untuk menunjukkan situasi nyata yang membutuhkan pengambilan pelajaran berdasarkan nilai-nilai profesionalisme.

c)    Trans-Internalisasi:

1.     Refleksi individu atas nilai yang paling bermakna.

2.     Guru menutup dengan penguatan sikap stis paru professional.

 

Ø Metode : Diskusi kelompok dan Permainan Peran ( roleplay )

Ø Media dan Sumber :

a.       Media: Canva, Kertas Selembar, PPT dan Video Pelanggaran Kode Etik Guru (Youtube/PMM).

b.       Sumber: Buku Ajar Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai PPG Bagi Guru Tertentu Tahun 2025.

Ø Pelaksanaan Aksi Nyata

Merancang tiga bentuk aksi nyata dalam menjalankan peran sebagai pembimbing peserta didik agar tumbuh menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur, dengan memformulasikan tindakan secara konsentris berpusat dari diri sendiri, kemudian meluas kepada peserta didik, dan lingkungan sekolah ?



Diagram Lingkaran Konsentris Aksi Nyata Berjenjang merepresentasikan tiga lapisan tanggung jawab yang menggambarkan peran guru sebagai pembimbing dalam nilai dan etika. Proses ini dimulai dari penguatan integritas dan kesadaran etis pada diri sendiri, kemudian diperluas dalam bimbingan terhadap peserta didik, hingga berkontribusi pada transformasi lingkungan sekolah secara lebih luas.

Adapun hasil analisis terhadap model ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

•  Lapisan Pusat – Diri Sendiri:

Lapisan ini menekankan bahwa guru, sebagai figur teladan, harus terlebih dahulu menginternalisasi nilai-nilai etis seperti tanggung jawab, kejujuran, dan integritas. Implementasi nyata dari penguatan nilai ini dapat diwujudkan melalui kegiatan refleksi rutin, menjaga konsistensi antara ucapan dan tindakan, serta menerapkan kedisiplinan dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

•  Lapisan Tengah – Untuk Peserta Didik:

Setelah nilai-nilai etis tertanam kuat dalam diri guru, langkah berikutnya adalah membiasakan nilai-nilai tersebut dalam interaksi dengan peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui pembimbingan etika, penguatan karakter dalam proses pembelajaran, serta penciptaan lingkungan kelas yang mendukung tumbuhnya perilaku beretika.

•  Lapisan Luar – Untuk Sekolah:

Lapisan ini mencerminkan peran guru dalam membangun budaya etis di tingkat institusional melalui kolaborasi dengan rekan sejawat. Aksi nyata dapat berupa penyusunan kode etik bersama, keterlibatan aktif dalam program pembinaan nilai, serta kontribusi dalam menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung pengembangan karakter dan integritas.

dokumentasi :


REFLEKSI PEMBELAJARAN

Pembelajaran mendalam mengenai Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai telah memperluas cakrawala pemahaman saya mengenai hakikat dan tujuan fundamental pendidikan. Salah satu diskursus krusial yang muncul dari studi ini adalah pertanyaan fundamental mengenai urgensi regulasi perilaku guru sebagai pendidik. Implementasi aksi nyata yang telah saya laksanakan dalam konteks ini semakin mengukuhkan keyakinan saya bahwa regulasi terhadap perilaku guru bukan hanya merupakan suatu kebutuhan, melainkan sebuah keniscayaan yang esensial.

Melalui proses perancangan dan implementasi program sosialisasi kode etik guru, saya memperoleh pemahaman mendalam mengenai nilai-nilai profesionalisme. Pengalaman ini menegaskan bahwa etika profesi melampaui tataran teoretis dan harus terinternalisasi serta termanifestasi dalam praktik keseharian. Saya sampai pada kesadaran bahwa diskursus mengenai kode etik sejatinya tidak terbatas pada penegasan kembali regulasi yang berlaku, melainkan merupakan sebuah ajakan kolektif untuk merefleksikan makna luhur menjadi seorang pendidik yang menjunjung tinggi martabat, moralitas, dan nilai-nilai kebajikan. Proses ini semakin mempertegas pemahaman saya akan peran sentral guru sebagai teladan (role model) bagi peserta didik dan masyarakat.

Tentu, dalam pelaksanaannya, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi. Tantangan tersebut mencakup persepsi sebagian rekan sejawat yang masih memandang kode etik sebagai formalitas administratif, adanya keengganan untuk berbagi pengalaman secara terbuka, alokasi waktu diskusi yang terbatas, serta dinamika perbedaan pandangan. Sebagai respons untuk mengatasi tantangan tersebut, saya mengupayakan penciptaan lingkungan diskusi yang kondusif, inklusif, dan non-judgemental, sehingga setiap individu merasa aman untuk menyampaikan pendapat. Selain itu, saya mengintegrasikan metode studi kasus berbasis video berita aktual serta kegiatan bermain peran (role-playing) yang menyajikan dilema etika profesional. Pendekatan ini terbukti efektif dalam menjadikan pembahasan etika lebih kontekstual, relevan, dan mudah dipahami oleh seluruh peserta.

Sebagai rencana tindak lanjut, saya berencana untuk secara berkelanjutan membina budaya reflektif di lingkungan sekolah. Upaya ini akan diwujudkan melalui beberapa strategi: pertama, memfasilitasi forum diskusi periodik bagi para guru untuk menganalisis studi kasus nyata terkait dilema etika dan merumuskan solusi berbasis kode etik. Kedua, mengadvokasikan integrasi nilai-nilai etika secara eksplisit ke dalam berbagai kegiatan sekolah, seperti rapat dewan guru, sesi supervisi, dan program pengembangan diri mandiri. Ketiga, mendorong praktik saling mengingatkan secara konstruktif di antara rekan sejawat untuk senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi sebagai fondasi budaya kerja yang etis dan suportif. Pada akhirnya, saya berkomitmen penuh untuk menjadi teladan dalam penerapan kode etik, karena saya meyakini bahwa perubahan yang paling berdampak dan berkelanjutan berawal dari komitmen serta integritas diri.


No comments: