Friday, May 28, 2021

AKSARA SUNDA smester 2

 

HURUP VOKAL

Aksara swara adalah aksara yang secara silabis ngabogaa harkat sora vokal di jero sistem aksara Sunda Kuno jumlahna lima buah. Aya tilu buah aksara swara yang masing-masing memiliki dua lambang, yaitu /a/, /é/, dan /i/. Ketiga varian lambang aksara masing-masing tersebut dalam penggunaannya sering dipertukarkan secara bebas dengan nilai harkat bunyi yang tetap (Idin dkk, 2008)

a

a

é

é

i

i

Gambar 1. Variasi Aksara Swara untuk huruf vokal a, é, dan i

Gambar 2. Huruf vocal lainnya dalam aksara sunda

HURUP KONSONAN

Aksara ngalagena adalah lambang-lambang bunyi yang dapat dipandang sebagai fonem konsonan yang secara silabis mengandung bunyi vokal /a/. Jumlah aksara Sunda Kuno ini ada delapan belas jenis aksara ngalagena yang susunannya disesuaikan dengan sistem kedudukan alat-alat ucap (artikulasi-atikulator), seperti guttural 'kerongkongan', palatal 'langit-langit', lingual 'lidah', dental 'gigi', dan labial 'bibir'. Namun demikian, lambang bunyi untuk aksara nya muncul dalam tiga bentuk dan untuk aksara ba muncul dalam dua bentuk. Kedua varian lambang aksara masing-masing tersebut dalam penggunaannya sering dipertukarkan secara bebas dengan nilai harkat bunyi yang tetap (Idin dkk, 2008).

Gambar 3. Aksara Konsonan "Ngalagena".

Selain aksaran konsonan ngalagena, aksara konsonan juga ada yang diperoleh dari serapan, antara lain: fa, qa, va, xa, dan za.

Gambar 4. Aksara konsonan yang berasal dari serapan.

PENGECAPAN

Menurut (Idin dkk, 2008) Lambang vokalisasi aksara Sunda terdiri atas 13 buah yang cara penulisannya dibagi kedalam tiga kategori berikut:

1.      Vokalisasi yang ditulis "di atas" lambang aksara dasar berjumlah 5 buah, yaitu:

2.      Vokalisasi yang ditulis "di bawah" lambang aksara dasar berjumlah 3 buah, yaitu:

3.      Vokalisasi yang ditulis "sejajar" dengan aksara dasar berjumlah 5 buah, yaitu:

ANGKA

Menurut (Idin dkk, 2008), dalam aksara sunda juga terdapat tulisan angka. Penulisan lambang angka puluhan, ratusan, dan seterusnya ditulis berderet dari "kiri ke kanan", seperti halnya dalam sistem angka Arab. Beberapa lambang angka Sunda bentuknya ada yang mirip dengan lambang aksara sehingga untuk menuliskan (deretan) lambang angka harus diapit dengan garis vertikal yang lebih tinggi dari lambang angka. Lambang angka-angka yang dimaksud adalah:

TANDA MACA

Fungtuasi atau tanda baca yang dipakai untuk melengkapi penggunaan aksara Sunda dalam penulisan suatu kalimat, alinea, maupun wacana dilakukan dengan mengadopsi semua tanda baca yang berlaku pada sistem tata tulis huruf Latin. Tanda baca tersebut meliput koma (,), titik (.), titik-koma(;), titik dua (:), tanda seru (!), tanda Tanya (?), dan tanda kutip. ("..."). Ukuran penulisan disesuaikan dengan fisik aksara sunda. Sedangkan untuk penulisan predikat atau gelas akademis mengikuti tata tulis huruf Latin.

Wednesday, May 5, 2021

Sedihnya Nggak Bisa ke Tanah Abang


Sedihnya Nggak Bisa ke Tanah Abang, jakarta-indonesia

Kalau ada potongan lirik lagu soal baju lebaran terus ujungnya, "Tak ada pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama." Saya nggak mau dengerin, bodo amat. Emang bisa gitu bilang ke anak-anak kalau masih ada baju yang lama? Tetep harus beli baru dong! Lebaran gitu loooh 



Biasanya kalau beli baju lebaran tuh harus ada baju muslimnya, dan kemana lagi tempat beli baju muslim terheboh sedunia kalau bukan ke pasar Tanah Abang? Biasanya ada yang protes, nih, "Hah? Yang bener aja! Tanah Abang? Bukannya penuh banget plus umpel-umpelan tuh kalau bulan puasa? Bukannya tambah parah semakin deket lebaran?" Emang bener. Makanya ibu saya selalu wanti-wanti, "Beli baju lebarannya sebelum bulan puasa aja, biar nggak penuh dan enak milih-milihnya." Emang bener sih, tapi masalahnya, model-model terbaru tuh baru dikeluarin pas bulan puasa sama deket lebaran. 

Perjuangan blusukan ke Tanah Abang pas mau lebaran tuh seru banget. Ikut  ngerubung di emperan depan toko yang lagi gelar obralan, ngubek-ngubek kerudungan lima belas ribuan yang ditumpuk tinggi kayak gunung, sambil dengerin teriakan abang-abang yang jualnya. Bener-bener seru dan memacu adrenalin. Nggak kalah sama naik halilintar di Dufan Ancol. Belum lagi ada suara plastik yang sengaja ditiup sampe gembung terus dipecahin sama abang-abangnya. Nyebelin banget, nggak sih?

Sebelum ada virus yang bikin kita pake masker melulu, tiap mau lebaran saya pasti ke Tanah Abang bawa anak-anak yang udah gede (kalau yang kecil pasti bakal kegencet). Udah lagi puasa, muter-muter sambil dempet-dempetan ngejar baju obralan, akhirnya dua anak saya tuh nggak tahan terus duduk ngejoprak di depan toko orang. Saya sih tetep dong melanjutkan perjuangan yang semakin seru karena nggak dibuntutin sama dua anak itu. Pas udah kelar, saya ambil lagi deh tuh anak. Untung masih ada di situ.


Lebaran tahun kemaren serasa ada yang hilang karena pasar Tanah Abang ditutup. Bayangkan sepinya lebaran tanpa ke Tanah Abang. Oh ...


Tahun ini juga rasanya nggak bisa ke Tanah Abang. Lihat di televisi kata Pak Gubernur pengunjung pasar Tanah Abang ada seratus ribu orang. Soal umpel-umpelannya sih sebenernya berani-berani aja, tapi jaman pake masker begini kan ngeri juga tuh kayak gitu. Untungnya anak-anak pada mau ngerti. Ya iyalah, mereka malah seneng melototin hape sambil milih-milih baju di toko online. Tinggal emak yang pusing mikirin duit jatah beli ketupat yang udah kepake.


Kalau boleh jujur, sedih juga nggak bisa ke Tanah Abang pas seminggu lagi mau lebaran. Apalagi pas sehari mau lebaran banyak barang yang diobralin karena tokonya mau tutup. Kapan lagi bisa dapet stoples cakep gambar kembang dengan harga lima ribuan sama sandal teplek dua puluh ribu? Belum lagi baju gamis yang diobral cepek dapet tiga. Nggak percaya? Coba aja ke sana ntar pas sehari mau lebaran. Pasti abang-abangnya pada bilang gini, "Diobral diobral diobral ... yang penting jadi duit."